Pages

Friday, November 12, 2010

Perlu Kembali Manhaj Ilahi Atau Jalan Allah .

Orang yang tidak mengikut jalan Allah              ( Manhaj Ilahi ) menyebabkan dia akan diseret ke Neraka apabila akhirat nanti dan didunia ini ia akan mendapatkan satu ancaman malapetaka kehidupan atau tidak memperolehi ketenteraman atau ketenangan hati dan  kebahagian jiwa .
Jiwa manusia yang tidak memperolehi rahmat Allah sentiasa berada didalam gundah gulana dan sakit .  
Ibnu Ataillah Asakandari

Makna Dan Maksud Zalim

Yang dimsksudkan dengan  Zalim ialah Syahwah , Ikut Nafsu , Sesuatu yang tidak mengikut petunjuk Ilahi dan pelbagai lagi kelalaian ( Ghaflah ) terhadap Allah .
Segala macam kezaliman ini masuk kedalam hati ( manusia ) dan   sekali gus menutup pintu hati manusia dari segala cahaya keagamaan .
Segala macam zalim itu datang dari " Kedunian  , Nafsu dan Syaitan " .
Sekiranya kita tidak terpengaruh dengan  nafsu dan syaitan dan perkara - perkara tersebut  dan selalu tidak lupa kepada Allah , maka terbakarlah syaitan dan hancurlah ia .  
Syeikh Ibnu Ataillah Askandary

Wednesday, October 20, 2010

Kesabaran merupakan lambang tingginya pengetahuan.

Kisah Nabi Khidir

Masih hidupkah Khidhr ? Entahlah, saya memang mendengar cerita seorang 'alim yang mengaku berjumpa Khidhr. Nama Khidhr memang sudah terlanjur melegenda, meskipun al-Qur'an sendiri tidak pernah menyebut nama Khidhr secara terang-terangan. Al-Qur'an melukiskan Khidhr dengan "...seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (QS 18:65)

Perhatikan redaksi yang digunakan al-Qur'an. Ternyata, Khidhr atau apapun nama beliau hanyalah satu dari sekian banyak hamba Allah yang telah diberi rahmat dan ilmu. Boleh jadi banyak sekali hamba Allah yang punya kelebihan seperti Khidhr, tetapi Allah tidak beritakan kepada kita atau kita memang tidak mengetahuinya. Tapi itulah Khidhr, sebuah nama yang terlanjur melegenda dan menyimpan misteri yang tak kunjung habis dibicarakan.

Dalam surat al-Kahfi diceritakan bagaimana Nabi Musa ingin berguru dengan Khidhr. Khidhr semula menolak, namun Musa terus mendesak. Perhatikan redaksi al-Qur'an ketika mengutip penolakan Khidhr, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" (QS 18:67-68)

Khidhr menolak Musa bukan dengan argumen bahwa Musa itu bodoh atau malas. Khidhr menolak Musa karena Musa tidak akan bisa bersikap sabar. Soalnya, kata Khidhr, bagaimana kamu bisa sabar pada persoalan yang kamu tidak punya ilmu tentangnya?

Begitulah yang terjadi. Musa selalu memprotes dan menyalah-nyalahkan perbuatan Khidhr yang, dipandang dari sudut pengetahuan Musa, merupakan perbuatan yang keliru.

Sayang, kita jarang mau belajar dari kisah Khidhr dan Musa ini. Seringkali kita sebar kata "sesat", "kafir", "menyimpang", "bid'ah" kepada saudara-saudara kita, yang dipandang dari sudut pengetahuan yang kita miliki, melakukan kesalahan besar. Kita menjadi emosional, kita menjadi tidak sabar. Pada saat itu, ada baiknya kita ingat kembali kisah Khidhr dan Musa. Kisah Khidhr mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran merupakan lambang tingginya pengetahuan.

Armidale, 7 Mei 1998
dari : http://soni69.tripod.com/index.htm

Al-fatihah pun harus ada akar

MENANGIS
Emha Ainun Nadjib (1987)


Sehabis sesiangan bekerja di sawah-sawah serta disegala macam
yang diperlukan oleh desa rintisan yang mereka dirikan jauh di
pedalaman, Abah Latif mengajak para santri untuk sesering
mungkin bersholat malam.

Senantiasa lama waktu yang diperlukan, karena setiap kali
memasuki kalimat " iyyaka na'budu " Abah Latif biasanya lantas
terhenti ucapannya, menangis tersedu-sedu bagai tak
berpenghabisan.

Sesudah melalui perjuangan batin yang amat berat untuk melampaui
kata itu, Abah Latif akan berlama-lama lagi macet lidahnya
mengucapkan " wa iyyaka nasta''in" .

Banyak di antara jamaah yang turut menangis, bahkan terkadang
ada satu dua yang lantas ambruk ke lantai atau meraung-raung.

"Hidup manusia harus berpijak, sebagaimana setiap pohon harus
berakar," berkata Abah Latif seusai wirid bersama, " Mengucapkan
kata-kata itu dalam Al-fatihah pun harus ada akar d an
pijakannya yang nyata dalam kehidupan. 'Harus' di situ titik
beratnya bukan sebagai aturan, melainkan memang demikianlah
hakikat alam, di mana manusia tak bisa berada dan berlaku
selain di dalam hakikat itu."

"Astaghfirulloh, astaghfirulloh..," gemeremang mulut para santri.

" Jadi, anak-anakku," beliau melanjutkan, " apa akar dan pijakan
kita dalam mengucapkan kepada Alloh ..iyyaka na'budu?"

"Bukankah tak ada salahnya mengucapkan sesuatu yang toh baik dan
merupakan bimbingan Alloh itu sendiri, Abah?" bertanya seorang
santri.

"Kita tidak boleh mengucapkan kata, Nak, kita hanya boleh
mengucapkan kehidupan."

"Belum jelas benar bagiku, Abah?"

" Kita dilarang mengucapkan kekosongan, kita hanya diperkenankan
mengucapkan kenyataan."

"Astaghfirulloh, astaghfirulloh..," geremang mulut para santri.

Dan Abah Latif meneruskan, " Sekarang ini kita mungkin sudah
pantas mengucapkan iyyaka na'budu.KepadaMu aku menyembah.Tetapi
kaum Muslimin masih belum memiliki suatu kondisi keumatan untuk
layak berkata kepadaMu kami menyembah, na'budu."

"Al-Fatihah haruslah mencerminkan proses dan tahapan pencapaian
sejarah kita sebagai diri pribadi serta kita sebagai ummatan
wahidah.Ketika sampai di kalimat na'budu, tingkat yang harus kita
telah capai lebih dari abdullah, yakni khalifatulloh.Suatu maqom
yang dipersyarati oleh kebersamaan kamu muslim dalam menyembah
Alloh di mana penyembahan itu diterjemahkan ke dalam setiap
bidang kehidupan.Mengucapkan iyyaka na'budu dalam sholat mustilah
memiliki akar dan pijakan di mana kita kaum muslim telah membawa
urusan rumah tangga, urusan perniagaan, urusan sosial dan politik
serta segala urusan lain untuk menyembah hanya kepada Alloh.Maka
anak-anakku, betapa mungkin dalam keadaan kita dewasa ini lidah kita
tidak kelu dan airmata tak bercucuran tatkala harus mengucapan
kata-kata itu?"

"Astaghfirulloh, astaghfirulloh..," gemeremang para santri.

"Al-fatihah hanya pantas diucapkan apabila kita telah saling
menjadi khalifatulloh di dalam berbagai hubungan kehidupan.Tangis
kita akan sungguh-sungguh tak tak berpenghabisan karena dengan
mengucapkan wa iyyaka nasta'in, kita telah secara terang-terangan
menipu Tuhan.Kita berbohong kepada-Nya berpuluh-puluh kali dalam
sehari.Kita nyatakan bahwa kita meminta pertolongan hanya kepada
Alloh, padahal dalam sangat banyak hal kita lebih banyak
bergantung kepada kekuatan, kekuasaan dan mekanisme yang pada
hakikatnya melawan Alloh."

Astaghfirulloh, astaghfirulloh..," geremang mulut para santri.

"Anak-anakku, pergilah masuk ke dalam dirimu sendiri, telusurilah
perbuatan-perbuatanmu sendiri, masuklah ke urusan-urusan manusia di
sekitarmu, pergilah ke pasar, ke kantor-kantor, ke
panggung-panggung dunia yang luas: tekunilah, temukanlah salah
benarnya ucapan-ucapanku kepadamu.Kemudian peliharalah kepekaan dan
kesanggupan untuk tetap bisa menangis.Karena alhamdulillah,
seandainya sampai akhir hidup kita hanya diperkenankan untuk
menangis karena keadaan-keadaan itu : airmata saja pun sanggup
mengantarkan kita kepada-Nya."

----------------------------------------------------

Dari : http://soni69.tripod.com/index.htm
Seribu Masjid Satu Jumlahnya
Tahajjud cinta seorang hamba
Penerbit Mizan 19995

Saturday, October 16, 2010

Dakwah dan Tuntutan Duniawi

Dari Anas , ia berkata : " Sesungguhnya ada seorang datang kepada Rasullullah saw , ia memeluk Islam diatas sesuatu sebab dari keduniaan , Ia masuk Islam tiada tujuan lain selain dari tujuan keduniaan itu . Sebaik saja dia memeluk Islam ( waktu pagi ) dan diwaktu petangnya , Islam pun menjadi sesuatu yang paling dicintainya daripada dunia dan seisinya . "
(1/405) ibid no. 2866

Ini sebahagian dari strategi dakwah Rasullullah saw iaitu memenuhi tuntutan kebutuhan manusia . Allah memperuntukan sebahagian zakat untuk para muallaf . Tujuannya adalah untuk menjinakkan dan mendekati mereka kepada amal Islami .

Ramai orang mengetahui sunnah dan fikih tetapi melalaikan perkara ini sehingga jalan Allah menjadi terhalang .
(Syeikh Said Hawwa)
( Rambu - Rambu jalan Ruhani ms. 69 ) .

Tuesday, September 7, 2010

QA'IDAH-QA’IDAH DASAR

Allah Rabul 'Alamin -
Dialah Pencipta. Penguasa dan Pemilik alam semesta, mencipta manusia dan menyediakan baginya tempat tinggal sementara di suatu tempat dari alam jagatnya yang luas yang dikenali sebagai bumi. Dia telah mengurniakan kepada manusia alat-alat berfikir dan memahami serta telah mengurniakan kemampuan membezakan antara yang Haq dengan yang Bathil.

Manusia juga telah diberikan kebebasan dengan daya ikhtiar dan hak memilih malah ia juga diberikan kuasa untuk menggunakan sumber-sumber alam mengikut cara yang disukainya. Secara ringkas dapatlah dikatakan bahawa manusia telah diberikan satu kuasa autonomi di samping tugas kekhalifahan yang telah diamanahkan oleh Allah Subhanahu Wata'ala kepadanya (untuk menjaga dan memelihara muka bumi ini).

Sebelum mengamanahkan tugas kekhalifahan di atas muka bumi ini kepada manusia, Allah Subhanahu Wata'ala telah menjelaskan kepada manusia bahawa Dialah satu-satunya Pemilik, Penguasa dan Tuhan kepada alam ini. Dengan demikian seluruh isi alam dan segala ciptaan di dalamnya (termasuk manusia) wajib tunduk patuh hanya kepada Dia sahaja.

Manusia mestilah tidak memikirkan bahawa dirinya bebas tanpa sebarang peraturan dan dia sepatutnya tahu bahawa tempatnya di atas muka bumi ini bukanlah tempat yang kekal abadi
baginya. Ia ditetapkan untuk tinggal di atas muka bumi hanya bagi suatu tempoh percubaan yang telah ditetapkan, dan kelak bila tepat tiba pada masanya ia dikembalikan kepada Pemiliknya untuk diadili sesuai dengan cara mana ia telah melaksanakan amanahnya dalam jangka waktu percubaan yang telah di alaminya.

Satu-satunya jalan yang benar untuk manusia ialah dengan mengakui bahawa Allah Subhanahu Wata'ala satu-satunya Tuhan dan Pemilik dan kepada petunjuk dan arahannya sahajalah manusia patut mengikutinya di dalam membina kehidupan.

Manusia haruslah menyedari bahawa kehidupannya nanti akan diadili dan satu-satunya tujuan hidupnya ialah untuk mencapai MARDATILLAH (keredhaan Allah) bagi membolehkannya layak menerima balasan baik di Hari Akhirat.

Sebarang sikap dan haluan yang bertentangan dengan perkara di atas akan membawa manusia kepada kesesatan dan kemusnahan.

Sekiranya manusia mengikuti jalan yang baik, dan taqwa (yang ia adalah bebas untuk memilih dan mengikutinya) nescaya ia akan mendapati kejayaan di dunia dan di akhirat.

Di dunia dia akan beroleh kehidupan yang aman damai dan puas manakala di akhirat nanti ia merupakan orang yang layak menerima balasan Syurga Allah (Al Jannah). Dan jika ia memilih jalan yang lain menafikan dengan peraturan-peraturan Tuhan dan jalan yang jahat (juga merupakan jalan yang ia bebas memilih dan mengikutinya) nescaya kehidupan dunianya menjadi kehidupan yang penuh dengan penyelewengan, penipuan, kefasiqan dan kekecewaan manakala di Akhirat nanti ia ditimpa bala derita, siksa kepedihan dan rintihan penyesalan yang tidak berpangkal di dalam neraka Jahim.

Sesudah memberikan peringatan ini, Allah Subhanahu Wata'ala telah
menempatkan manusia di atas muka bumi dan menyediakan manusia yang
pertama (iaitu Nabi Allah Adam dan Sayyidatina Hawa) dengan PimpinanNya dan manusia mesti menjalani kehidupan di atas muka bumi ini berpandukan ketentuan dan peraturan yang telah ditetapkanNya. Dengan demikian kehidupan manusia di atas muka bumi ini tidak dimulai dengan keadaan gelap gulita.

Manusia yang pertama itu telah disediakan dengan sinar cahaya yang terang benderang dan Hidayah bimbingan yang membolehkan manusia mencapai kehidupan yang gilang-gemilang. Manusia yang pertama (iaitu Nabi Adam 'Alaihissalam) menerima Ilmu Tanzil dari Allah sendiri. Baginda mempunyai ilmu tentang hakikat dan telah diberikan pula peraturan hidup yang apabila
dipatuhi ia akan mencapai serta menikmati kehidupan yang diredhai dan berjaya.

Peraturan ini ialah Islam, satu sikap tunduk patuh secara menyeluruh kepada
bersambung ms 5....................

PERTAMA: KONSEP HIDUP ISLAM

Ciri utama dari Din Al-Islam ialah ia tidak membenarkan sesuatu pertentangan, juga pemisahan yang ketara antara kehidupan kerohanian dan kehidupan dunia.

Islam tidak sekadar membataskan dirinya untuk membina ketinggian kerohanian

dan akhlaq semata-mata.

Ruang lingkup peraturan yang dikemukakannya mencakupi segenap bidang kehidupan insan. la hendak melahirkan bukan sahaja ketertiban hidup diri perseorangan malah ketertiban hidup masyarakat manusia seluruhnya ke dalam pola-pola yang sihat dan bersih sehingga Kerajaan Allah dibangunkan dalam bentuk kenyataan di atas muka ini.

Dengan demikian keamanan, kebahagiaan dan kemakmuran akan memenuhi segenap pelusuk
muka bumi dan saujana samudera.

Cara hidup Islam didasarkan atas satu pendekatan yang unik kemas serta mantap dan ia merupakan konsep istimewa tentang kedudukan insan dalam alam semesta ini. Itulah sebabnya mengapa perlunya kita memahami terlebih dahulu Tasawwur lslami (konsepsi hidup menurut ajaran Islam) sebelum kita menangani atau membincangkan persoalan ini, masyarakat, politik dan ekonomi dari kacamata Islam.

Langkah permulaan menuju perbincangan persoalan-persoalan yang disebutkan di atas harus dimulai dengan memahami dan menghargai beberapa kaedah dasar.
Kaedah-kaedah tersebut adalah seperti berikut: